Berawal dari percakapan dengan salah seorang teman tentang pertanyaan sederhana tapi susah jawabnya, “lulus master mau kerja apa?” Then he sent me a picture of local TV channel broadcasting the next Ahmad Dhani’s trial on a charge of hate speech – where a forensic linguist’s testimony will be heard by the court. What he was trying to say is that the future of a forensic linguist in Indonesia seems promising. Well, honestly, I don’t know but looking at the reality it may be true since the number of criminal cases with language as the evidence is increasing.
Back to topic, karena percakapan itu saya penasaran dengan kasus Ahmad Dhani (AD) karena sejujurnya saya tidak mengikuti perkembangan kasusnya. Dari hasil berselancar di internet, saya kemudian menemukan berita bahwa dia divonis 1,5 tahun penjara dengan dakwaan ujaran kebencian yang ia tulis melalui akun Twitter-nya. Kemudian saya mengunjungi akun Twitter AD (https://twitter.com/AHMADDHANIPRAST). Oh wow! I was speechless, sekali scroll saya bisa simpulkan bahwa yang menulis twit tidak hanya satu orang. Bagaimana saya bisa sampai pada kesimpulan itu?
It’s Authorship Analysis. Seorang ahli bahasa dapat menulis expert report tentang satu kasus selama itu diperlukan. On how to do authorship analysis, tahun lalu saya dan teman-teman sekelas saya yang jumlahnya cuma dua biji itu membuat sebuah protokol untuk melakukan authorship analysis dilengkapi dengan bagaimana seharusnya menulis sebuah expert report. Here I’ll try to do a simple authorship analysis on AD’s Twitter account and write an expert report – pretending I’m the forensic linguist and you guys the readers as the police (?)
Image is from https://www.hollywoodreporter.com/news |
Kira-kira beginilah bentuk expert report-nya...
Summary
Laporan ini ditulis untuk mencoba menyelesaikan masalah authorship pada akun Ahmad Dhani (AD). Menggunakan metode analisa stilistika, laporan ini mencoba menjawab pertanyaan “apakah AD menulis semua twit di akunnya?” Setelah menganalisa data, saya menyimpulkan bahwa ada indikasi twit-twit pada akun AD ini ditulis oleh setidaknya dua orang atau lebih melihat pada beberapa aspek penulisan seperti misspelling, penggunaan akronim, tanda baca, serta simbol.
Articulations of the problems
Laporan ini ditulis untuk menyelesaikan masalah authorship pada akun Twitter seorang musisi dengan inisial AD. AD dilaporkan telah melakukan ujaran kebencian melalui cuitannya di Twitter pada bulan Februari dan Maret tahun 2017. Satu twit pada bulan Februari dan dua twit pada Maret menyeret dia ke penjara. Dengan deskripsi kasus seperti di atas, laporan ini akan mencoba menjawab pertanyaan “apakah AD menulis semua twit di akunnya?”
Previous work
Authorship analysis mungkin menjadi solusi baru untuk masalah yang berhubungan dengan authorship. Sebagai sebuah metode untuk problem-solving, beberapa studi telah dilakukan untuk mengilustrasikan bagaimana analisis tersebut dilakukan. Salah satunya adalah studi yang dilakukan oleh MacLeod dan Grant (2012) yang menganalisa authorship dari tulisan-tulisan pendek seperti pada Twitter, pesan singkat (SMS), atau pesan instan lainnya. Beberapa fitur yang juga digunakan untuk menganalisa akun Twitter AD termasuk misspellings, penggunaan akronim, dan penggunaan tanda baca serta simbol. Studi ini mengaplikasikan stilistika Grant untuk melihat gaya penulisan twit.
Methodology
Studi ini menggunakan authorship attribution yang Juola (2008) definisikan sebagai sebuah ilmu pengetahuan yang menurunkan beberapa karakteristik penulis dari karakteristik dokumen yang ditulis oleh penulis tersebut. Tujuan dari authorship attribution ini adalah untuk mengidentifikasi apakah twit-twit pada akun AD ditulis oleh satu penulis. Wachal (1966) dalam McMenamin (2002) menyebutkan tiga model mengalisa authorship: kemiripan, konsistensi, dan populasi. Pada kasus ini, konsistensi dipilih untuk menentukan apakah twit-twit tersebut ditulis oleh satu orang (McMenamin 2002).
Defining the Field of Forensic Linguistics (FL)
Istilah FL pertama kali ditemukan oleh Dr. Jan Svartvik, seorang linguis berkebangsaan Swedia, yang melakukan analisa linguistik bertalian dengan konteks hukum. FL adalah tentang mengaplikasikan pengetahuan tentang bahasa ke dalam konteks hukum, atau sederhananya studi yang membahas tentang isu-isu tentang bahasa dan hukum. Tiga area dalam FL adalah (1) bahasa dalam proses hukum, (2) bahasa dalam dokumen hukum, dan (3) bahasa sebagai bukti. Area pertama membahas tentang penggunaan bahasa dalam proses hukum seperti interaksi dalam ruang persidangan antara terdakwa, hakim, dan pengacara. Area kedua adalah tentang bahasa yang digunakan dalam dokumen hukum seperti kontrak, undang-undang, peraturan, dll. Area yang ketiga menganalisa kasus-kasus yang mempunyai barang bukti berupa bahasa. Kasus ini berada dalam lingkup area ketiga dimana bahasa sebagai barang bukti.
Data Collection and Organization
Data dari kasus ini diambil dari akun Twitter pribadi milik AD dengan jumlah twit 244 twit yang diunggah dalam rentang waktu Februari – November 2017. Rentang waktu ini dipilih dengan alasan twit AD yang dilaporkan mengandung ujaran kebencian diunggah pada bulan Februari. Twit-twit yang dikumpulkan tidak mengakomodasi twit-twit dari platform lain seperti Facebook atau Instagram. Mengecualikan unggahan dari Facebook dilakukan dengan alasan unggahan Facebook cenderung lebih panjang dibandingkan dengan twit yang hanya memiliki batas maksimal 280 karakter.
Data Analysis
Untuk menganalisa data pada kasus ini, kerangka kerja McMenamin (2002) diaplikasikan. Kerangka kerja ini terdiri dari sepuluh langkah yakni mengorganisasi data, menentukan masalah, mengidentifikasi style-markers, menentukan descriptive result, menentukan quantitative result, menentukan pengecualian, menentukan kesimpulan, mengecek kasus sebelumnya yang berhubungan dengan style-markers yang ditemukan pada kasus ini dan membandingkan dengan kasus-kasus sebelumnya, menentukan opini, dan menulis laporan.
Findings
Disclaimer: this is gonna be a superficial analysis
Setelah melakukan analisa ecek-ecek ada beberapa indikasi bahwa twit pada akun AD ditulis oleh setidaknya dua atau beberapa orang dibuktikan dengan adanya inkonsistensi dalam beberapa aspek penulisan seperti yang dielaborasi di bawah ini.
Misspellings atau mistyping
Misspelling yang ditemukan adalan penulisan coinsiden yang seharusnya coincident dan mitstubisi yang seharusnya Mitsubishi. Juga penulisan di- sebagain imbuhan yang menyatakan passive voice, yang seharusnya digandeng, tetapi dalam akun ini dipisah seperti di periksa, di bom, di japri, di maklumi, di hujat. Beberapa inkonsistensi juga ditemukan misalnya dalam menuliskan nama Ahok, adakalanya huruf A ditulis dalam huruf capital namun ditulis menggunakan huruf kecil dalam beberapa twit. Juga penyebutan Jokowi, ada kalanya Jokowi, JKW, Pak @jokowi, JOKOWI, dan Pak Jokowi.
Penggunaan akronim
Ditemukan inkonsistensi dalam twit-twit pada akun AD dalam menuliskan akronim. Diantaranya, kata jika terkadang ditulis penuh jika tetapi juga ditemukan beberapa ditulis dengan jk jika. Begitu juga dengan kata tidak dan yang, ada kalanya ditulis hanya tdk dan yg. Yang menarik adalah akun AD menuliskan akronim untuk Letnan Jenderal secara berbeda hanya berselah dua hari. Pada tanggal 14 November dituliskan Let.Jend tetapi pada tanggal 12 November dituliskan Let.Jen.
Penggunaan tanda baca dan simbol
Ada banyak inkonsistensi dalam penggunaan tanda baca dan simbol pada akun Twit AD. Meski pada bulan Februari dan awal Maret hampir semua twitnya di akhiri dengan - ADP (dengan menggunakan tanda minus dan spasi setelahnya), twit setelah tanggal 10 Maret diakhiri denga #ADP (dengan menggunakan tanda pagar dan tanpa spasi sesudahnya) walaupun bisa ditemukan beberapa twit yang hanya diakhiri dengan ADP. Penggunaan tanda baca koma juga menarik untuk disoroti inkonsistensinya. Penulisan tanda baca koma berbeda dari satu twit ke lainnya, misalnya:
- KRIMINALISASI , Kok
- pak, mobil
- triliun , SUCCESS
- 212 , Simpan
- 13, 16
- ganteng,pidato
Misspellings atau mistyping
Misspelling yang ditemukan adalan penulisan coinsiden yang seharusnya coincident dan mitstubisi yang seharusnya Mitsubishi. Juga penulisan di- sebagain imbuhan yang menyatakan passive voice, yang seharusnya digandeng, tetapi dalam akun ini dipisah seperti di periksa, di bom, di japri, di maklumi, di hujat. Beberapa inkonsistensi juga ditemukan misalnya dalam menuliskan nama Ahok, adakalanya huruf A ditulis dalam huruf capital namun ditulis menggunakan huruf kecil dalam beberapa twit. Juga penyebutan Jokowi, ada kalanya Jokowi, JKW, Pak @jokowi, JOKOWI, dan Pak Jokowi.
Penggunaan akronim
Ditemukan inkonsistensi dalam twit-twit pada akun AD dalam menuliskan akronim. Diantaranya, kata jika terkadang ditulis penuh jika tetapi juga ditemukan beberapa ditulis dengan jk jika. Begitu juga dengan kata tidak dan yang, ada kalanya ditulis hanya tdk dan yg. Yang menarik adalah akun AD menuliskan akronim untuk Letnan Jenderal secara berbeda hanya berselah dua hari. Pada tanggal 14 November dituliskan Let.Jend tetapi pada tanggal 12 November dituliskan Let.Jen.
Penggunaan tanda baca dan simbol
Ada banyak inkonsistensi dalam penggunaan tanda baca dan simbol pada akun Twit AD. Meski pada bulan Februari dan awal Maret hampir semua twitnya di akhiri dengan - ADP (dengan menggunakan tanda minus dan spasi setelahnya), twit setelah tanggal 10 Maret diakhiri denga #ADP (dengan menggunakan tanda pagar dan tanpa spasi sesudahnya) walaupun bisa ditemukan beberapa twit yang hanya diakhiri dengan ADP. Penggunaan tanda baca koma juga menarik untuk disoroti inkonsistensinya. Penulisan tanda baca koma berbeda dari satu twit ke lainnya, misalnya:
- KRIMINALISASI , Kok
- pak, mobil
- triliun , SUCCESS
- 212 , Simpan
- 13, 16
- ganteng,pidato
Conclusion
FL menawarkan solusi untuk masalah authorship dengan mengaplikasikan authorship analysis yang pada dasarnya adalah melakukan analisa berbasis stilistika pada data yang tersedia. Pertanyaan yang dijawab pada kasus ini adalah “apakah AD menulis semua twit di akunnya?” Untuk menjawab pertanyaan ini, analisis stilistika dilakukan pada twit-twit di akun AD. Ditemukan beberapa inkonsistensi dalam hal penulisan mencakup misspelling, penulisan akronim, dan penulisan tanda baca. Berdasarkan analisis data ini, saya berkesimpulan bahwa ada indikasi twit-twit pada akun AD ditulis oleh setidaknya dua orang atau lebih.
References
MacLeod, N., and Grant, T. (2012). Whose Tweet? Authorship Analysis of micro-blogs and other short-form messages. In S. Tomblin, N. MacLeod, R. Sousa-Silva and M. Coulthard (Eds), Proceedings of the International Association of Forensic Linguists’ Tenth Biennial Conference (pp. 210-224). Aston University.
Juola, P. (2008). Detecting Stylistic Deception. In Proceedings of the Workshop on Computational Approaches to Deception Detection (pp. 91-96). Association for Computational Linguistics.
McMenamin, G.R. (2002). Forensic Linguistics: Advances in Forensic Stylistics. London: CRC Press.
Yah, begitulah kira-kira menulis expert report in a forensic linguist way. Those of you who are interested in carrying out authorship analysis, feel free to drop me an email! Kali aja mau inspeksi akun Twitter gebetan *eh
PS: Kayanya menarik menulis tentang video AD yang lagi in itu. Should I?
Amsterdam, March 23, 2019
03.47 am
Menunggu subuh sembari menahan lapar padahal tadi jam 22 udah makan nowar
0 comments